Selamat Datang di Pondok Pesantren Darul Quran Wal Irsyad Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta |Kalam Abuya: Senjata/Bekal seorang Santri adalah Buku dan Bolpen | طالب العلم سلاحه الدفتر والقلم
Blogger Tips and TricksLatest Tips For BloggersBlogger Tricks

Al-Muqtathofat Liahlil Bidayaat

Benteng Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Ketika berbicara tradisi ubudiyyah yang berkembang di tengah masyarakat Indonesia secara umum seperti tahlilan, haul, upacara selamatan kelahiran ritual empat dan tujuh bulan kandungan, peringatan maulid Nabi, qunut dalam shalat, dan yang lainnya, akan muncul dalam ingatan mengenai warga masyarakat nahdiyyin. Sebab, tradisi tirual ubudiah semacam itu berkembang di tengah masyarkat nahdiyyin — sekalipun kalangan masyarakat lain di level akar rumput juga melakukannya. Di satu sisi tradisi itu bukan hanya sekedar atau adat istiadat tradisi yang berkembang di tengah masyarakat, tetapi menjadi bagian dari  karakter pengamalan Islam yang hakiki.

Tetapi, di sisi lain, komentar miris selalu terdengar di telinga, ketika menyebut tahlilan, haul, upacara selamatan kelahiran, peringatan maulid Nabi, ritual tujuh dan empat bulan dalam kandungan. Sebagian kalangan –tanpa menyebut nama-nama kelompoknya– menuding bahwa ritual ubudiyyah semacam itu tidak termasuk sunah Nabi, tidak berdasarkan dalil-dalil yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan, bahkan dikategorikan sebagai sesuatu yag bid’ah. Singkatnya, warga nahdliyyin yang melakukan tradisi tersebut dianggap sesat dan menyesatkan.


Tudingan semacam itu tidak akan menjadi masalah bagi warga nahdliyyin di level elite. Barangkali mereka bisa membantah tudingan miris itu dengan argumentasi yang tidak kalah kuatnya. Tetapi, jika tudingan tersebut mengarah pada masyarakat awam, bukan  tidak mungkin mereka justru akan sulit membantah tudingan itu. Persoalan berikutnya akan muncul jika masyrakat muslim yang semula “mengamini” tradisi-tradisi itu justru mulai meninggalkannya karena alasan ketidakjelasan dalil dan dasar syar’i.


Fenomena semacam itu bukan sekedar kesalahan masyarakat awam yang tidak mengerti mengenai dalil dan dasar syar’i terhadap ritual ubudiyyah yang selama  ini mereka lakukan. Namun, mau tidak mau harus diakui bahwa situasi ini juga dipengaruhi oleh kelalaian dan keacuhan kalangan elite agama, khususnya di kalangan NU (Nahdlatul Ulama), yang tidak memberi pengetahuan keislaman mengenai tradisi-tradisi yang selama ini telah berkembang dan melekat di masyarakat secara turun temurun.


Oleh karena itu, hadirnya buku ini membawa petunjuk bagi semua pihak, tanpa terkecuali, mengenai keabsahan tradisi masyarakat nahdliyyin secara syar’i. Dengan kata lain, buku ini memupuk kepercayaan masyarakat Muslim Indoensia secara umum, khususnya bagi kalangan nahdyiyin, bahwa tradisi ritual ubudiyyah seperti tahlilan, haul, upcara selatan kelahiran, tirual empat dan tujuh bulan kandungan, peringatan Maulid Nadi, qunut dan shalat, dan yang lainnya, tidak melenceng dari aqidah dan termasuk bagian dari sunnah Nabi Rasulullah SAW.


Terimakasih